Zona
Pegunungan Selatan Bagian Barat yang pada umumnya tersusun oleh batuan sedimen
volkaniklastik dan batuan karbonat. Batuan volkaniklastik sebagian besar
terbentuk oleh pengendapan gaya berat (gravity depositional processes) yang
menghasilkan endapan kurang lebih setebal 4000 meter. Hampir keseluruhan batuan
sedimen tersebut mempunyai kemiringan ke arah selatan. Urutan stratigrafi
penyusun Pegunungan Selatan Bagian Barat dari tua ke muda adalah :
A. Formasi
Kebo – Butak
Formasi ini secara umum terdiri-dari
konglomerat, batupasir, dan batulempung yang menunjukkan kenampakan pengendapan
arus turbid maupun pengendapan gaya berat yang lain. Di bagian bawah oleh Bothe
disebut sebagai anggota Kebo (Kebo beds) yang tersusun antara batupasir,
batulanau, dan batulempung yang khas menunjukkan struktur turbidit dengan
perselingan batupasir konglomeratan yang mengandung klastika lempung. Bagian
bawah anggota ini diterobos oleh sill batuan beku.
Bagian atas dari formasi ini termasuk
anggota Butak yang tersusun oleh perulangan batupasir konglomeratan yang
bergradasi menjadi lempung atau lanau. Ketebalan rata-rata formasi ini kurang
lebih 800 meter. Urutan yang membentuk Formasi Kebo – Butak ini ditafsirkan
terbentuk pada lingkungan lower submarine fan dengan beberapa interupsi
pengandapan tipe mid fan yang terbentuk pada Oligosen Akhir (N2 – N3).
B. Formasi
Semilir
Secara umum formasi ini tersusun oleh
batupasir dan batulanau yang bersifat tufan, ringan, dan kadang-kadang
diselingi oleh selaan breksi volkanik. Fragmen yang menyusun breksi maupun
batupasir biasanya berupa batuapung yang bersifat asam. Di lapangan biasanya
dijumpai perlapisan yang begitu baik, dan struktur yang mencirikan turbidit
banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa
pengendapan berlangsung secara cepat atau berada pada daerah yang sangat dalam,
berada pada daerah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan
sudah mengalami korosi sebelum mencapai dasar pengendapan. Umur dari formasi
ini diduga adalah pada Miosen Awal (N4) berdasar pada keterdapatan
Globigerinoides primordius pada daerah yang bersifat lempungan dari formasi
ini, yaitu di dekat Piyungan (Van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang
secara selaras di atas anggota Butak dari Formasi Kebo – Butak. Formasi ini
tersingkap secara baik di wilayahnya, yaitu di tebing gawir Baturagung di bawah
puncak Semilir.
C. Formasi
Nglanggeran
Formasi ini berbeda dengan
formasi-formasi sebelumnya, yang dicirikan oleh penyusun utamanya berupa breksi
dengan penyusun material volkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang baik
dengan ketebalan yang cukup besar, bagian yang terkasar dari breksinya hampir
seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit, sebagian besar telah
mengalami breksiasi.
Formasi ini ditafsirkan sebagai
pengendapan dari aliran rombakan yang berasal dari gunungapi bawah laut, dalam
lingkungan laut, dan proses pengendapan berjalan cepat, yaitu hanya selama
Miosen Awal (N4).
Singkapan utama dari formasi ini adalah
di Gunung Nglanggeran pada Perbukitan Baturagung. Kontaknya dengan Formasi
Semilir di bawahnya merupakan kontak yang tajam. Hal inilah yang menyebabkan
mengapa Formasi Nglanggeran dianggap tidak searas di atas Formasi Semilir.
Namun perlu diingat bahwa kontak yang
tajam itu bisa terjadi karena perbedaan mekanisme pengendapan dari energi
sedang atau rendah menjadi energi tinggi tanpa harus melewati kurun waktu
geologi yang cukup lama. Hal ini sangat biasa dalam proses pengendapan akibat
gaya berat. Van Gorsel (1987) menganggap bahwa pengendapannya diibaratkan
proses runtuhnya gunungapi seperti Krakatau yang berada di lingkungan laut.
Ke arah atas, yaitu ke arah Formasi
Sambipitu, Formasi Nglanggeran berubah secara bergradasi, seperti yang terlihat
pada singkapan di Sungai Putat. Lokasi yang diamati oleh EGR tahun 2002 berada
pada sisi lain Sungai Putat dimana kontak kedua formasi ini ditunjukkan oleh
kontak struktural.
D. Formasi
Sambipitu
Di atas Formasi Nglanggeran kembali
terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri-ciri turbidit, yaitu Formasi
Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh batupasir yang bergradasi menjadi
batulanau atau batulempung. Di bagian bawah, batupasirnya masih menunjukkan
sifat volkanik, sedang ke arah atas sifat volkanik ini berubah menjadi
batupasir yang bersifat gampingan. Pada batupasir gampingan ini sering dijumpai fragmen dari koral dan
foraminifera besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal yang terseret
masuk dalam lingkungan yang lebih dalam akibat arus turbid.
Ke arah atas, Formasi Sambipitu berubah
secara gradasional menjadi Formasi Wonosari (anggota Oyo) seperti singkapan
yang terdapat di Sungai Widoro di dekat Bunder. Formasi Sambipitu terbentuk
selama zaman Miosen, yaitu kira-kira antara N4 – N8 atau NN2 – NN5.
E. Formasi
Oyo – Wonosari
Selaras di atas Formasi Sambipitu
terdapat Formasi Oyo – Wonosari. Formasi ini terutama terdiri-dari batugamping
dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah bagian dari Pegunungan Selatan
memanjang ke timur, membelok ke arah utara di sebelah Perbukitan Panggung
hingga mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri – Baturetno.
Bagian terbawah dari Formasi Oyo –
Wonosari terutama tersusun dari batugamping berlapis yang menunjukkan gejala
turbidit karbonat yang terendapkan pada kondisi laut yang lebih dalam, seperti
yang terlihat pada singkapan di daerah di dekat muara Sungai Widoro masuk ke
Sungai Oyo. Di lapangan batugamping ini terlihat sebagai batugamping berlapis,
menunjukkan sortasi butir dan pada bagian yang halus banyak dijumpai fosil
jejak tipe burial yang terdapat pada bidang permukaaan perlapisan ataupun
memotong sejajar perlapisan. Batugamping kelompok ini disebut sebagai anggota
Oyo dari Formasi Wonosari.
Ke arah lebih muda, anggota Oyo ini
bergradasi menjadi dua fasies yang berbeda. Di daerah Wonosari, semakin ke
selatan batugamping semakin berubah menjadi batugamping terumbu yang berupa
rudstone, framestone, floatstone, bersifat lebih keras dan dinamakan sebagai
anggota Wonosari dari Formasi Oyo – Wonosari (Bothe, 1929). Sedangkan di barat
daya Kota Wonosari batugamping terumbu ini berubah menjadi batugamping berlapis
yang bergradasi menjadi napal yang disebut sebagai anggota Kepek dari Formasi
Wonosari. Anggota Kepek ini juga tersingkap di bagian timur, yaitu di daerah
depresi Wonogiri – Baturetno, di bawah endapan kuarter seperti yang terdapat di
daerah Eromoko. Secara keseluruhan, formasi ini terbentuk selama Miosen Akhir
(N9 – N18).
F. Endapan
Kuarter
Di atas seri batuan Endapan Tersier
seperti telah tersebut di atas, terdapat suatu kelompok sedimen yang sudah agak
mengeras hingga masih lepas. Karena kelompok ini di atas bidang erosi, serta
proses pembentukannya masih berlanjut hingga saat ini, maka secara keseluruhan
sedimen ini disebut sebagai Endapan Kuarter. Penyebarannya meluas mulai dari
timur laut Wonosari hingga daerah depresi Wonogiri – Baturetno. Singkapan yang
baik dari Endapan Kuarter ini terdapat di daerah Eromoko, sekitar Waduk Gadjah
Mungkur.
Secara stratigrafi Endapan Kuarter di
daerah Eromoko, Wonogiri terletak tidak selaras di atas Endapan Tersier yang
berupa batugamping berlapis dari Formasi Wonosari atau breksi polimik dari
Formasi Nglanggeran. Ketebalan tersingkap dari Endapan Kuarter tersebut
berkisar antara 10 hingga 14 meter. Umur Endapan Kuarter tersebut diperkirakan
Pliestosen Bawah.
Stratigrafi Endapan Kuarter di daerah
Eromoko, Wonogiri secara vertikal tesusun dari perulangan tuf halus putih
kekuning-kuningan dengan perulangan gradasi batupasir kasar ke batupasir sedang
dengan lensa-lensa konglomerat. Batupasir tersebut mempunyai struktur silang
siur tipe palung, sedangkan lapisan tuf terdapat di bagian bawah, tengah, dan
atas. Pada saat lapisan tuf terbentuk, terjadi juga aktivitas sungai yang
menghasilkan konglomerat.
*dikutip dari berbagai sumber